Masjid Raya – Makassar

Surau.co - Masjid Raya Makassar merupakan sebuah masjid yang terletak di Makassar, Indonesia. Masjid ini dibangun pada tahun 1948 dan selesai pada tahun 1949. Masjid ini mengalami renovasi dari tahun 1999 hingga tahun 2005. Pertama kali dirancang oleh arsitek Muhammad Soebardjo setelah memenangi sayembara yang digelar panitia pembangunan masjid raya. Masjid ini dapat menampung hingga 10.000 jamaah. Mesjid dua lantai di Jl. Bulusaraung ini menggunakan bahan bangunan sekitar 80 persen dari bahan baku lokal, memiliki dua menara setinggi 66,66 meter, daya tampung 10.000 jamaah dan fasilitas berupa perpustakaan, kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sulawesi Selatan.   Sejarah Masjid Raya Makassar, dibangun di atas lahan lapangan sepak bola Exelsior Makassar seluas 13.912 meter persegi yang dihibahkan untuk pembangunan masjid tersebut. Bangunan awal Masjid Raya Makassar dirancang oleh M Soebardjo dan dibangun pada tanggal 25 Mei 1949. Dana awal pembangunan masjid hanya Rp. 60.000 (enam puluh ribu rupiah) yang diprakarsai K H Ahmad Bone, seorang ulama asal Kabupaten Bone tahun 1947 dengan menunjuk ketua panitia KH Muchtar Lutfi, dua tahun kemudian diresmikan dengan menghabiskan biaya Rp1,2 juta rupiah pada tahun 1949.   Interior Masjid Raya Makassar Masjid raya kebanggaan muslim Makassar ini menjadi tempat dilaksanakannya untuk pertama kali perhelatan Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) pada tahun pada 1955 silam. Presiden pertama RI, Ir. Soekarno pernah singgah dan melaksanakan sholat Jumat di masjid ini pada tahun 1957. Sedangkan mantan Presiden Soeharto juga berkunjung dan sholat Jumat di masjid perjuangan ini pada tahun 1967. Masjid Raya Makassar dirombak total dari bentuk aslinya pada Februari 1999. Saat itu, Ketika Jusuf Kalla melontarkan ide perombakan besar-besaran masjid tersebut, muncul reaksi dengan tudingan sebagai kapitalis murni, dengan tuduhan akan mendirikan plaza di atas lokasi bekas bangunan masjid itu. Namun, seiring dengan perkembangan dan kemajuan pembangunan masjid sejak peletakan batu pertama oleh Gubernur HZB Palaguna 9 Oktober 1999, maka Jusuf Kalla sebagai pebisnis membuktikan tekadnya untuk memperbarui bangunan dan model masjid tersebut.   Sulawesi Selatan adalah salah satu provinsi yang ada di pulau Sulawesi, dan memiliki ibukota Makassar. Kota Makassar sendiri merupakan kota yang dihuni oleh penduduk dengan beraneka ragam suku, kepercayaan dan budaya. Karena itu tidak heran kalau di kota ini kamu bisa menemukan rumah ibadah berbagai agama. Kalau kamu berkesempatan untuk berlibur ke kota Makassar, jangan lewatkan kesempatan untuk berwisata religi. Salah satu destinasi wisata religi di sana yang harus kamu kunjungi adalah Masjid Raya Makassar.   Masjid terbesar kedua yang ada di Sulawesi Selatan Masjid Raya Makassar berdiri di atas tanah seluas 13.912 meter persegi, mulai dibangun pada tahun 1948 dan selesai tahun 1949. Dirancang oleh arsitek Muhammad Soebardjo yang merupakan pemenang dari sayembara desain yang diadakan oleh panitia pembangunan Masjid Raya. K.H. Ahmad Bone seorang ulama asal kabupaten Bone memprakarsai pengumpulan dana untuk pembangunan masjid ini di tahun 1947, dana yang terkumpul saat itu sejumlah 60 ribu rupiah. Tahun 1949 masjid ini diresmikan, pembangunan masjid ini saat itu menghabiskan dana sebesar 1,2 juta rupiah. Masjid raya kebanggaan masyarakat di Makassar ini, dibangun di atas lahan lapangan sepakbola Exelsior Makassar. Tanah seluas 13.912 meter persegi ini memang dihibahkan untuk pembangunan masjid tersebut. Ruang dalam masjid ini dapat menampung hingga 10 ribu jemaah, dan halaman masjid dapat menampung hingga 50 ribu jemaah. Masjid tua ini ini memiliki dua menara dengan tinggi 66.66 meter dan pernah direnovasi pada tahun 1999 hingga tahun 2005. Ide untuk merenovasi Masjid Raya Makassar ini datang dari Bapak Jusuf Kalla. Setelah selesai direnovasi, bangunan masjid ini menjadi lebih megah dan mirip dengan masjid di Timur Tengah.   Menyimpan Al-Qur'an raksasa yang berukuran 1 meter x 1,5 meter, dan memiliki berat 584 kilogram Masjid Raya Makassar juga menyimpan Al-Qur'an raksasa yang berukuran 1 meter x 1,5 meter dengan berat 584 kilogram. Kitab suci ini ditulis oleh KH.Ahmad Faqih Muntaha, anak dari penghafal dan penulis kaligrafi terkenal KH.Muntaha Al-Hafidz. Beliau juga adalah merupakan pendiri Yayasan Al-Asy’ariah. Al-Qur’an besar dengan 6666 ayat, 114 surah, dan 30 juz ini terdiri atas 605 lembar. Dan dibuat dengan menggunakan kertas berkualitas produksi Perum Peruri. Ditulis dengan menggunakan campuran tinta cina dan air teh kental agar tahan lama serta tidak mudah luntur. Pembuatan Al-Qur'an ini memakan waktu hingga 12 bulan.   Kemegahan untuk Menyatukan Umat Selain sebagai salah satu masjid terindah di kawasan Indonesia Timur, Masjid Raya Makasar juga merupakan saksi bisu sejarah bagi masyarakat Makassar yang pada masa penjajahan selalu dipecah belah menjadi berbagai golongan, aliran, dan organisasi agar tidak bersatu menghimpun kekuatan. Usaha untuk membangun masjid besar yang bisa menampung ribuan jamaah pun selalu dihalang-halangi. Kekhawatiran penjajah kala itu memang terbukti. Setelah masjid ini digunakan pada Agustus 1949 terjadi sentralisasi kekuatan umat Islam untuk melawan penjajah. Sentralisasi ini dimulai dari bersatunya aktivitas beribadah umat setelah sebelumnya tercerai berai di sejumlah masjid-masjid kecil. Masjid ini memang sudah didesain besar dan megah sejak awal pendiriannya. Konon seorang jurnalis asing yang mengunjungi masjid ini pada tahun 1949 menulis bahwa inilah masjid terbesar di di Asia Tenggara saat itu. Bangunan induknya saja dapat menampung hingga lO.OOOjamaah dan jika digabung dengan halaman masjid, bahkan dapat mencapai 50.000 jamaah. Pertama kali dirancang oleh arsitek Muhammad Soebardjo setelah memenangi sayembara yang digelar panitia pembangunan Masjid Raya. Kala itu, Soebardjo menampilkan bentuk menyerupai badan pesawat terbang. Ini terinspirasi dari pengamatannya terhadap masyarakat Makassar yang tengah dihantui ketakutan karena pesawat pengebom B-29 yang selalu melayang-layang di atas kota. Masjid raya makassar depanSelang tiga puluh tahun kemudian, Masjid Raya sudah mulai rapuh dan bocor di beberapa bagian, terutama di atap dan kubah. Dari hari ke hari, struktur keseluruhan bangunan semakin terpengaruh. Beberapa kali renovasi parsial sempat dilakukan, namun tidak menghasilkan bangunan yang solid, kokoh, dan optimal. Terhitung sejak Februari 2009, perombakan besar-besaran atas bangunan masjid ini pun dimulai dengan konsep dasar untuk menjadikan bangunan Masjid Raya Makassar menjadi lebih kokoh, megah, indah, dan modern. Hasil pembaruan itu dapat dinikmati sekarang. Masjid yang megah dan indah ini sekilas mirip dengan masjid dari Timur Tengah karena memiliki sentuhan arsitektur mediteranian. Dengan kombinasi tiga warna dasar; krem yang mencirikan warna alam (natural) dan cocok dipadukan dengan warna apa saja, hijau yang melambangkan keislaman, serta hitam (warna Kabah), masjid yang 80% bahannya asli Sulawesi Selatan tersebut terlihat sangat asri. Dari segi konstruksi, Masjid Raya Makassar memanjakan jamaah sehingga dapat menikmati sejuknya udara Makassar. Masjid dirancang terbuka, tak berdinding laiknya kebanyakan masjid di Makassar dan sekitarnya. Kalaupun ada penghalang, hanyalah tiang baja yang dibungkus dengan batu alam paras Yogyakarta. Daya tarik lainnya adalah dua buah menara yang masing-masing bertinggi 47 meter (menara lama) dan 66,66 meter (menara baru) pelambang jumlah ayat dalam Kitab Suci Al-Quran. Menara pertama terletak di sebelah kiri bangunan utama, usianya sama dengan Masjid Raya. Adapun menara kedua yang membutuhkan waktu enam bulan dalam proses pengerjaannya, dibuat dengan bahan dasar baja yang membuatnya lentur walau pergerakannya halus sehingga tak kasat mata. Dari sisi interior, barisan keindahan kaligrafi menghiasi dinding dan langit- langit Masjid Raya Makassar. Kaligrafi itu dibuat oleh Syaharuddin, juara kaligrafi tingkat nasional asal Sulsel. Kaligrafi ini tidak lagi hanya menjadi perekat struktur, melainkan menjadi daya tarik bagi Masjid Raya. Di dalam, tampak mihrab dengan, bentuk yang sangat menarik. Bagian atas mihrab seluruhnya berhias Asma’ul Husna. Menurut tim arsiteknya, ini terinspirasi bentuk khas ornamen arsitektur di Cordoba, Spanyol.  
http://dlvr.it/SGPRcq

Posting Komentar

0 Komentar
* Mohon Jangan Spam Disini. Semua Komentar ditinjau oleh Admin

News

iklan banner