Surau.co - Saat Rasulullah menyebarkan Islam, respons masarakat Mekkah beragam. Tidak hanya datang dari orang-orang Mekkah secara umum respons yang beragam tersebut juga datang dari keluarga besar Rasulullah sendiri. Respon yang datang di awal umumnya menolak risalah yang dibawa oleh Rasulullah, hanya beberapa anggota keluarga yang dapat menerima risalah itu dengan langsung meyakini kenabian Muhammad.
Di kemudian hari orang-orang yang pertama memeluk Islam mendapat sebutan assabiqun al-Awwalun. Orang-orang dalam assabiqun al-Awwalun pun masih dapat dikategorikan. Salah satu kategori tersebut adalah pemuda yang pertama masuk Islam. Dalam kategori ini ada nama Ali bin Abi Thalib.
Ali bin Abi Thalib adalah pemuda yang pertama masuk Islam. Dalam sejarah Islam Ali bin Abi Thalib menjadi sosok istimewa karena kecerdasannya. Jika diibaratkan Rasulullah adalah gudangnya ilmu maka Ali bin Abi Thalib adalah pintunya.
Kecerdasan Ali bin Abi Thalib selain bahwa itu adalah anugerah dari Allah SWT kecerdasan itu juga terbentuk karena Ali dibimbing secara intens oleh Rasulullah. Meskipun Ali bin Abi Thalib secara pribadi adalah orang yang cerdas, kecerdasannya tidak lantas membuat ia sombong. Ia tetap menjaga sopan santun terhadap siapapun.
Kecerdasan dan kesopansantunan Ali bin Abi Thalib adalah karena prinsip yang dipegangnya bahwa siapapun bisa menjadi guru apabila dapat mengambil pelajaran daripadanya. Ali bin Thalib sangat menghormati gurunya apapun latar belakangnya bahkan ia pernah berkata ia akan rela apabila diminta menjadi budak oleg gurunya, walaupun ia hanya mendapatkan pelajaran satu huruf.
Sifat Ali yang demikian telah menjadikan dirinya orang yang disegani dikalangan para sahabat bahkan para musuhnya dari kalangan Quraisy. Jadi tidak heran jika pada masa Rasulullah masih hidup Rasulullah Ali sering mendapatkan kepecayaan dari Rasulullah untuk memecahkan masalah.
Pemuda yang Pemberani
Selain cerdas Ali bin Abi Thalib adalah pemuda yang pemberani. Ia bersedia untuk menanggung resiko apapun dalam rangka membela Rasulullah dan menyebarkan ajaran Islam.
Dalam banyak peristiwa peperangan Ali adalah pemuda yang selalu berada di barisan terdepan. Keberanian Ali tidak hanya semata karena ia mempunyai keberanian, lebih dari itu keberaniannya berbanding lurus dengan kecerdasan dan keahliannya dalam berperang.
Pernah suatu ketika Ali rela menanggung resiko besar. Ia rela bertukar tempat dengan Rasulullah saat kaum kafir Quraisy ingin membunuhnya. Ia menggantikan Rasulullah ditempat tidurnya. Saat itu Rasulullah sendiri menuju goa Tsur bersama Abu Bakar untuk menghindari rencana pembunuhan yang akan dilaksanakan kafir Quraisy.
Pada perang-perang yang dilalui bersama Rasulullah, Ali sering diberi kepercayaan untuk membawa panji-panji Islam sekaligus sebagai pembawa pesan Rasulullah. Dalam banyak peperangan Ali juga seringkali menjadi orang dipercaya oleh Rasulullah dan kaum Muslimin untuk melakukan duel. Dan dalam perang duel yang pernah dilakoni Ali, ia tidak pernah terkalahkan.
Asadullah atau Singa Allah adalah gelar yang disandangnya karena prestasinya di medan perang. Seperti singa, Ali adalah orang yang disegani oleh musuh-musuhnya. Mungkin ini adalah juga alasan mengapa Rasulullah menjadikannya pembawa panji-panji Islam dan pembawa pesan.
Sifat pemberani Ali ini seyogiyanya adalah contoh keberanian yang selalu relevan dalam setiap zaman. Keberaniannya berbanding lurus dengan kecerdasannya. Maka tidak salah jika seandainya sebagian saja dari kaum Muslimin hari ini mempunyai sifat seperti Ali, Islam akan terus disegani.
Sang Khalifah Terakhir
Setelah Rasulullah wafat, suksesi kepemimpinan Islam berpindah pada kalangan sahabat. Pemilihan khalifah di kalangan sahabat dilakukan dengan cara musyawarah. Saat musyawarah sudah memutuskan maka kaum Muslimin berbaiat terhadap pemimpin barunya.
Ada empat khalifah pengganti Rasulullah dalam sejarah Islam, mereka dikenal sebagai Khulafahur Rasyidun. Mereka adalah Abu Bakar as-Shiddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib.
Ali bin Thalib adalah Khalifah terakhir, ia menggantikan Usman bin Affan yang meninggal karena dibunuh. Terbunuhnya Usman bin Affan adalah alarm bahwa keadaan di kalangan kaum Muslimin tidak sedang baik-baik saja.
Pada saat Ali bin Abi Thalib naik menjadi Khalifah, ia telah mewarisi hal yang menghimpit dirinya. Ia harus berhadapan dengan para kerabat dekat Usman yang menuntut keadilan dalam kasus pembunuhan Usman.
Buntut dari tuntutan keadilan dalam kasus Usman pada saatnya nanti adalah hal yang membuat umat Islam terbelah secara politik. Konsekuensi dari semakin meluasnya daerah kekuasaan Islam telah mejuga menyeret Ali pada masalah yang tidak pernah dihadapi Ali sewaktu masih bersama Rasulullah.
Saat masih bersama Rasulullah dan daerah kekuasaan Islam tidak seluas seperti saat dirinya menjadi khalifah, ia menemukan bahwa musuhnya adalah kaum kafir Quraisy dan dengan tegas ia akan berada di barisan terdepan untuk memerangi mereka.
Namun setelah Rasulullah wafat dan kekuasaan Islam semakin luas masalah yang dihadapi menjadi semakin rumit. Musuh yang dihadapi tidak selalu berasal dari kalangan kafir Quraisy tetapi juga dari kaum Muslimin sendiri yang berbeda pandangan politik. Pada masa Ali menjadi khalifah kaum Muslimin menemukan diri mereka telah melakukan perang saudara. Salah satunya adalah perang Siffin.
Perang Siffin telah membawa konsekuensi besar, perang Siffin telah membuat kaum Muslimin terpecah, bahkan buntut panjang dari perang ini adalah pembunuhan Ali bin Abi Thalib sendiri. Perang Siffin menghadapkan Ali pada pilihan untuk berperang melawan Muawiyah. Peperangan pun terjadi di tahun 657 M. di tepi barat sungai Eufrat. Dengan 5000 pasukan yang dibawa oleh Ali dari Kufah, dan Muawiyah membawa 4000 pasukan.
Perang Siffin berlangsung dengan hasil akhir perdamaian. Ketika pasukan Muawiyah di ambang kekalahan, Amr bin Ash meletakkan Mushaf di ujung tombaknya sebagai tanda peperangan harus dihentikan dan diselesaikan dengan perundingan. Ali mengutus Abu Musa Al-Asy’ari dan Muawiyah meminta Amr bin Ash. Perundingan dilakukan dua tahun setelah berakhirnya perang Siffin. Dua tahun pasca perang Siffin bukan berarti Ali menikmati masa-masa yang damai. Selama dua tahun itu dia harus banyak berurusan dengan kelompok Khawarij.
Kelompok Khawarij adalah kelompok yang tidak puas dengan hasil perang dan perundingan perang Siffin. Mereka menganggap Ali maupun Muawiyah sebagai kafir.
Ali bin Abi Thalib Wafat
Ali bin Abi Thalib Wafat setelah menjadi khalifah kurang lebih selama lima tahun. Ia wafat karena dibunuh oleh Abdurrahman bin Muljam. Ali dibunuh dengan cara ditikam dengan pisau yang sudah diberi racun.
Wafatnya Ali menjadi akhir dari masa Khulafahur Rasyidun. Setelah Ali wafat kepemimpinan berpindah tangan pada Dinasti-dinasti yang menghantarkan sejarah Islam pada masa-masa pasang surutnya. Yang tentu dengan kerumitan politiknya.
Baca juga: Abu Ubaidah bin Jarah Orang Kuat yang Bisa Dipercaya
http://dlvr.it/SGM731